Mantan anggota DPRD

Mantan anggota DPRD Kota Mojokerto periode 1999–2004 bakal tidak tenang.Ini setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto membidik tersangka lain dalam kasus korupsi bancakan dana APBD sebesar Rp3,8 miliar itu.

Kepala Kejari Mojokerto Suharto mengatakan, dengan ditetapkannya SB dan SS sebagai tersangka, tidak berarti akan berhenti dengan dua tersangka itu saja.Menurut dia, masih ada kemungkinan tersangka tambahan dalam kasus bancakan uang rakyat dari APBD Kota Mojokerto pada 2004 ini.Kejari akan terus menelusuri aliran dana dan menyeret siapa saja yang terlibat.

Suharto menuturkan, dia mendalami kasus ini dalam tahap penyidikan yang sudah dimulai setelah ditetapkannya SB dan SS sebagai tersangka,Rabu,1 Desember 2010. Dari keterangan kedua tersangka, dia akan mengembangkan aliran dana yang diterimakan eksekutif kepada SS,mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Partai Golkar. ”Bisa saja tersangkanya bertambah. Ini akan kami dalami,”tegasnya.

Wajar saja jika Kejari membidik tersangka lain dalam kasus ini. Sebab,dalam hasil audit BPK tercatat nama lain selain SS yang menerima uang dari eksekutif. Salah satunya adalah Hari Utomo,mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto yang tertulis menerima uang sebesar Rp125 juta dari dana bantuan bencana alam.Namun,hingga saat ini status Hari Utomo menjadi buronan Kejari setempat setelah muncul putusan MA terkait kasus korupsi pemekaran kota yang membelitnya.

Bukan hanya Hari Utomo,BPK menyebut pula bahwa uang tali asih sebesar Rp25 juta/anggota dewan saat itu dinilai bermasalah.Padahal, semua anggota dewan periode pascareformasi menerima uang tali asih tersebut.Bahkan,nilainya mencapai Rp50 juta/orang. ”Siapa tersangka lainnya itu, akan kami selidiki lagi. Ini terutama soal keterlibatannya,” ungkap Suharto.

Ditetapkannya SB dan SS sebagai tersangka membuat gerah anggota dewan periode 1999–2004 yang saat ini kembali duduk di kursi dewan. Saatiniadadelapanorangyang kembali duduk di kursi DPRD.Salah satu dari mereka malah menyalahkan eksekutif yang waktu itu menyetujui anggaran yang diusulkan pimpinandewan.”Seharusnyayang bertanggung jawab adalah eksekutif. Kenapa anggaran itu diloloskan,” ucapsalahsatuanggotaDPRD Kota Mojokerto yang tidak mau disebutkan namanya.

Dia mengungkapkan, jika memang eksekutif menganggap permintaan dewan berupa pengadaan tanah, bantuan bencana alam, tunjangan kesejahteraan dewan, dan tali asih bermasalah, seharusnya anggaran itu tidak disetujui.Dengan demikian,dalam hal ini eksekutiflah yang seharusnya bertanggung jawab.” Itu kan anggaran dari eksekutif, bukan dari dewan,”tegasnya.

Di sisi lain,penetapan SB dan SS sebagai tersangka yang tanpa dibarengi penahanan oleh Kejari memantik reaksi kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat. MunculdesakanagarKejarimenahan dua tersangka itu.”Kenapa kedua tersangka kasus korupsi ini tidak ditahan. Seharusnya ada penahanan tersangka, apalagi dalam kasus korupsi,” kata Koordinator LSM Aliansi Masyarakat Peduli Mojokerto (AMPM) Iwud Widiantoro. Penahanan keduanya perlu dilakukan. Selain untuk menghindari para tersangka melarikan diri, juga sebagai langkah antisipasi jika para tersangka ini menghilangkan barang bukti (tritus julan)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel